Terdakwa Waston Saragih diperiksa secara virtual di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Giliran mantan Kepala Sekolah (Kepsek) Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Purbatua, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Waston Saragih secara virtual diperiksa sebagai terdakwa, Jumat (15/9/2023) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan.
Hakim ketua Andriansyah sempat memberikan pandangan kepada terdakwa mengenai semangat pemberantasan tindak pidana korupsi adalah pengembalian kerugian keuangan negara. Sebagaimana dakwaan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Taput, mencapai Rp609.488.000.
"Macam manalah mau kubilang Yang Mulia. Jujur kubilang paling bisa (dikembalikannya) Rp50 juta. Gak tahu apa lagi apa yang mau kujual Yang Mulia," kata Waston Saragih.
Ketika disinggung tim JPU David Tambunan dan Satria, terdakwa didampingi penasihat hukumnya secara umum tidak membantah keterangannya sebagaimana dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Di antaranya, tidak dilibatkannya tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bendahara dan Komite Sekolah di Tahun Ajaran 2019 hingga 2021 karena tidak bisa diajak kerjasama. Demikian juga dengan para guru, tidak ada kesepahaman.
Terdakwa mengaku sudah membuatkan orat oret Laporan Pertanggung jawaban (LPj) penggunaan / belanja dana BOS SMAN 1 Purbatua setiap triwulan pencairan. Namun Bendahara Dana BOS, imbuhnya, tidak sanggup membuat menginput datanya ke website Dinas Pendidikan Provinsi Sumut.
1 Malam
Fakta menarik lainnya, LPj penggunaan dana BOS 3 tahun berturut-turut sejak TA 2019 di sekolah yang dipimpin terdakwa di TA 2019 diselesaikan dalam 1 malam.
"Ada datang tim Inspektorat Provinsi. Gak lengkap data LPj-nya. Diminta supaya diserahkan besoknya. Jadi minta tolong sama guru di SMAN 1 Siborongborong menginputnya. Data-datanya dari Saya. Datanya sudah Saya rombak.
Sebahagian data yang Saya berikan benar dan ada juga isinya tidak benar Yang Mulia," urai terdakwa.
Mantan orang pertama di SMAN 1 Purbatua Kabupaten Taput itu juga mengakui bahwa sejumlah kwitansi pembayaran / belanja logo, stempel usaha panglong atau alat tulis kantor sebagai bahan LPj tidak benar. Termasuk tanda tangan Bendahara Dana Bos di antaranya dipalsukan terdakwa.
"Tanda tangan Bendahara (Dana BOS) di LPj tidak benar tanda tangan Bendahara, stempel sebagian Saya buat buat sendiri tapi sebagian asli," urai Waston Saragih.
Andriansyah didampingi anggota majelis hakim Cipto Hosari Nababan dan Dr H Edwar persidangan pekan mendatang untuk pembacaan surat tuntutan dari JPU.
LPj
JPU pada Kejari Taput Rio Bataro Silalahi dalam dakwaan menguraikan, modus Waston Saragih di tiga TA tersebut hampir sama. Hanya ketika dananya masuk ke rekening SMAN 1 Purbatua, Bendahara dilibatkan untuk mencairkannya secara bertahap ke Bank Sumut.
Setelah itu dana yang seharusnya diperuntukkan ke perpustakaan, pembelajaran siswa, ekstrakurikuler, pengembangan profesionalis guru serta pembayaran tenaga honorer tersebut, tidak diserahkan ke Bendahara Dana BOS atau disimpan terdakwa.
Demikian juga dalam membuat LPj penggunaan dana BOS Reguler di 3 TA tersebut, tanpa melibatkan pihak lainnya, termasuk bendahara sekolah.
"Dalam membuat LPj penggunaan dana BOS, terdakwa menggunakan bantuan orang lain dengan membayarnya Rp400.000. Tanda tangan bendahara sekolah malah dipalsukan. Demikian juga kwitansi pembelian dana BOS dipalsukan terdakwa," urai Rio Bataro Silalahi.
Akibat perbuatan terdakwa, berdasarkan hasil audit Inspektorat Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Itwil Provsu) kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp609.488.000.
Waston Saragih pun dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ROBERTS)